Batas aurat wanita merdeka dihadapan pria asing menurut 4 madzhab. Sedangkan yang dimaksud pria asing
disini adalah selain suami dan mahram. Menurut fuqaha, aurat wanita merdeka berbeda dengan budak wanita (saat ini budak sudah tidak ada lagi).
Sedangkan aurat (العورة) sendiri, secara istilah, adalah bagian tubuh yang haram untuk ditampakkan (ما يحرم كشفه من الجسم), atau bagian tubuh yang wajib untuk ditutupi dan tidak boleh ditampakkan (ما يجب ستره وعدم إظهاره من الجسم). Sedangkan menurut al-Khathib asy-Syarbini, definisi aurat adalah apa saja yang diharamkan untuk dilihat (ما يحرم النظر إليه). Silakan lihat definisi ini di kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah.
Tentang
batas aurat wanita merdeka di hadapan pria asing, mari kita merujuk ke
empat kitab yang mencukupi untuk mengetahui ikhtilaf fuqaha dalam tema ini, yaitu Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Ibn Rusyd al-Hafid al-Andalusi, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah terbitan Kementerian Waqaf dan Urusan Keislaman Kuwait, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah az-Zuhaili dan al-Fiqh ‘alaa al-Madzahib al-Arba’ah karya Abdurrahman ibn Muhammad ‘Audh al-Jazairi.
Dalam kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid,
disebutkan bahwa mayoritas ulama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita
(yang dimaksud adalah wanita merdeka) adalah aurat selain wajah dan
dua telapak tangan.
Sedangkan
menurut Abu Hanifah, kaki (yang dimaksud adalah telapak kaki sampai
mata kaki) bukanlah aurat. Sebaliknya, menurut Abu Bakr ibn Abdurrahman
dan Ahmad, seluruh tubuh wanita adalah aurat. Perbedaan pendapat ini
disebabkan perbedaan memahami firman Allah ta’ala dalam surah an-Nuur
ayat 31 sebagai berikut:
ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
Perselisihan
mereka adalah dalam memahami pengecualian dalam ayat ini, apakah yang
dimaksud adalah anggota tubuh tertentu, atau maksudnya adalah apa yang
tidak bisa dihindari tampaknya ketika bergerak. Bagi yang berpendapat
maksud pengecualian dari ayat ini adalah apa yang tidak bisa dihindari
tampaknya ketika bergerak, mereka memahami seluruh tubuh wanita adalah
aurat termasuk wajah. Mereka berhujjah dengan keumuman firman Allah
ta’ala dalam surah al-Ahzab ayat 59.
Sedangkan
bagi yang berpendapat maksud pengecualian dari ayat ini adalah anggota
tubuh tertentu, maka mereka memahami bahwa menurut kebiasaan (العادة),
anggota tubuh yang tidak tertutup adalah wajah dan dua telapak tangan,
sehingga dua anggota tubuh tersebut bukanlah aurat. Mereka berhujjah
bahwa para wanita tidak menutup wajahnya ketika berhaji. Demikian
penjelasan dari Ibn Rusyd al-Hafid al-Andalusi.
Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, disebutkan bahwa mayoritasfuqaha menyatakan
bahwa seluruh tubuh wanita (yang dimaksud adalah wanita merdeka)
adalah aurat bagi pria asing, kecuali wajah dan dua telapak tangan.
Adanya pengecualian ini adalah karena wanita terkadang perlu melakukan
aktivitas muamalah dan take and give (الأخذ والعطاء) bersama para pria. Akan tetapi, kebolehan tampaknya wajah dan dua telapak tangan ini dibatasi oleh amannya dari fitnah.
Sedangkan
Abu Hanifah berpendapat bahwa dua kaki (yang dimaksud adalah telapak
kaki sampai mata kaki) boleh ditampakkan. Alasannya adalah karena Allah
subhanahu wa ta’ala telah melarang wanita menampakkan perhiasannnya (الزينة) kecuali yang biasa tampak dari padanya, dan dua kaki merupakan anggota tubuh yang biasa tampak.
Ibn ‘Abidin berpendapat bahwa punggung telapak tangan merupakan aurat, hal ini karena kata telapak tangan (الكف) secara ‘urf dan
yang berlaku di masyarakat tidak mencakup punggungnya. Abu Yusuf
berpendapat bahwa seorang wanita boleh menampakkan bagian telapak tangan
sampai siku (الذِراع) karena menurut kebiasaan anggota tubuh tersebut sering tampak.
Menurut
madzhab Ahmad ibn Hanbal, seluruh tubuh wanita merupakan aurat di
hadapan pria asing, bahkan termasuk kukunya. Al-Qadhi dari kalangan
Hanabilah berpendapat bahwa seorang pria asing haram melihat wanita
asing (bukan istri danmahram), kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Dan boleh melihat wajah dan dua telapak tangan, namun disertai karahah (makruh, tidak disukai), ini pun jika aman dari fitnah.
Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
disebutkan bahwa menurut Hanafiyah, seluruh tubuh wanita merdeka
merupakan aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan serta kaki (yang
dimaksud adalah telapak kaki sampai mata kaki) menurut pendapat yang mu’tamad.
Suara
wanita menurut pendapat yang terkuat bukanlah aurat. Ada yang
berpendapat bahwa punggung telapak tangan merupakan aurat, namun
pendapat yang benar adalah punggung (belakang) dan perut (depan) telapak
tangan bukanlah aurat. Dua kaki, menurut pendapat yang mu’tamad bukanlah
aurat di dalam shalat, dan pendapat yang benar menyatakan bahwa dua
kaki merupakan aurat dari sisi tidak boleh dilihat dan dipegang.
Menurut madzhab ini juga, seorang wanita muda (المرأة الشابة)
dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para pria, bukan karena wajah
termasuk aurat, namun karena takut terjadi fitnah, yaitu terjadinya
kejahatan (الفجور) terhadap wanita tersebut atau khawatir munculnya syahwat.
Menurut
Malikiyah, seluruh tubuh wanita merdeka merupakan aurat kecuali wajah
dan dua telapak tangan. Menurut Syafi’iyah, aurat wanita merdeka adalah
seluruh tubuh mereka kecuali wajah dan dua telapak tangan. Yang
dimaksud dua telapak tangan adalah dari ujung jari sampai tulang
pergelangan tangan (tempat meletakkan jam tangan biasanya), depan dan
belakangnya.
Menurut pendapat yang rajih dari
Hanabilah, aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan
dua telapak tangan. Demikian sebagian kutipan dari kitab karya Dr.
Wahbah az-Zuhaili.
Dalam kitab al-Fiqh ‘alaa al-Madzahib al-Arba’ah disebutkan
bahwa menurut Syafi’iyah wajah dan dua telapak tangan merupakan aurat
di hadapan pria asing. Sedangkan dalam shalat, seluruh tubuh wanita
adalah aurat dan wajib ditutup kecuali wajah dan kedua telapak tangan,
baik punggung maupun depannya.
Perlu diketahui, pembahasan tentang aurat di kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, dan al-Fiqh ‘alaa al-Madzahib al-Arba’ahmerupakan sub pembahasan dalam bab Shalat. Sedangkan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, ia merupakan pembahasan tersendiri.
Terakhir, tentang batas aurat wanita ini memang terjadi ikhtilaf di
kalangan ulama bahkan dalam satu madzhab, dan bagi yang ingin mengkaji
lebih dalam perbedaan pendapat ini silakan merujuk langsung ke puluhan
kitab fiqih yang membahas hal tersebut. Wallahul muwaffiq ilaa aqwaamith thariiq.
abufurqon.com