Dalam fiqih Islam, semua sudah diatur ketentuan hukum dalam
praktek pelaksanaan kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali mengenai masalah
hubungan intim antara suami dan isteri (jima’), muncul persoalan bagaimana tata cara yang
dianjurkan oleh agama (Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw) setelah menikah?
Berikut adalah adab jima' menurut tuntunan Nabi Muhammad SAW :
1.
Seseorang
pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun atau kening isterinya
seraya mendo’akan baginya dengan dasar dari hadist Rasulullah Saw sebagai
berikut,”Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang
budak, maka peganglah ubun - ubunnya lalu bacalah “basmalah” serta do’akanlah
dengan do’a berkah dengan ucapan : “Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan
kebaikan tabiatnya yang ia bawa, dan aku berlindung dari kejelekannya dan
kejelekan tabiat yang ia bawa.”
2.
Sebelumnya
hendaklah mereka melaksanakan ibadah shalat sunnah dua raka’at secara
berjama’ah bersama – sama dengan isterinya. Hal ini adalah ada dasarnya pada
sahabat – sahabat (atsar) dan ulama – ulama salaf yang terpercaya dengan
riwayat berikut ini :
Dari Abu Sa’id ia maula (budak yang telah di merdekakan)
Abu Usaid dan ia berkata : “Aku menikah ketika aku masih seorang budak, ketika
itu aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi Saw, di antaranya ‘Abdullah bin
Mas’ud Ra, Abu Dzarr Ra dan Hudzaifah Ra, lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr
bergegas untuk mengimami shalat, tetapi mereka berkata : “Kamulah (Abu Sa’id)
yang berhak!” Ia (Abu Dzarr) berkata : “Apakah benar demikian?.” Jawab
mereka,”Benar!.”
Aku pun maju mengimami mereka shalat, ketika itu aku masih
seorang budak, selanjutnya mereka mengajariku,“Jika isterimu nanti datang
menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at, lalu mintalah kepada
Allah Swt kebaikan atas isterimu itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari
keburukannya, selanjutnya terserah kamu berdua!.”
Selanjutnya juga ada pada
dalil ini, yaitu : Hadits dari Abu Wa’il, ia berkata,”Seseorang datang kepada
‘Abdullah bin Mas’ud Ra, lalu ia berkata,”Aku menikah dengan seorang gadis, aku
khawatir dia membenciku.” ‘Abdullah bin Mas’ud Ra berkata,”Sesungguhnya cinta
berasal dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaithan, untuk membenci
apa - apa yang di halalkan Allah.
Jika isterimu datang kepadamu, maka
perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu, lalu
ucapkanlah (berdo’alah) : “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan
isteriku, serta berkahilah mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki
kepadaku lantaran mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya
Allah, satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara
kami (berdua) dalam kebaikan.”
3.
Mencumbunya
dengan segenap kelembutan dan kemesraan, seperti dengan memberinya makanan atau
segelas minuman atau yang lain sebagainya, ini dasarnya dari : Asma’ binti
Yazid binti As-Sakan Ra, ia berkata : “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah
Saw, setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan
sesuatu kepada ‘Aisyah.
Beliau pun datang lalu duduk di samping ‘Aisyah, ketika
itu Rasulullah Saw di sodori segelas susu, setelah beliau minum, gelas itu
beliau sodorkan kepada ‘Aisyah, tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu -
malu.” ‘Asma binti Yazid berkata : “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata
kepadanya,”Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Saw!’ Akhirnya ‘Aisyah pun
meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit.”
4.
Berdo’a
sebelum jima’ (bersenggama), yaitu ketika seorang suami hendak menggauli
isterinya, hendaklah ia membaca do’a : “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah,
jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaithan dari anak yang akan Engkau
karuniakan kepada kami.”
Juga Rasulullah Saw bersabda : “Maka, apabila Allah
menetapkan lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya
syaithan tidak akan membahayakannya selama - lamanya.”
5.
Seseorang
suami boleh saja menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang di
sukainya, asalkan hanya pada kemaluannya jika berhubungan badan (jima’), sesuai
dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 223, yaitu :
“Isteri - isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok - tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya dan
berilah kabar gembira orang - orang yang beriman.”
Juga lihat pula pada riwayat ini
dasarnya, yaitu, Ibnu ‘Abbas Ra berkata,“Pernah suatu ketika ‘Umar bin Khaththab
Ra datang kepada Rasulullah Saw, lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah, celaka
saya.” Beliau bertanya,”Apa yang membuatmu celaka?” ‘Umar menjawab,”Saya
membalikkan pelana saya tadi malam.”
Dan Rasulullah Saw tidak memberikan
komentar apa pun, hingga turunlah ayat seperti di atas kepada beliau, lalu
Rasulullah Saw bersabda : “Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah
belakang, tetapi hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika
sedang haidh.” Pada riwayat lain Rasulullah Saw bersabda : “Silahkan
menggaulinya dari arah depan atau dari belakang, asalkan pada kemaluannya.”
6.
Sang
suami boleh menggauli isterinya kapanpun dia mau sepanjang saling suka dan
tidak pada saat haidh, jika telah selesai melepaskan hasrat, maka sang suami janganlah
tergesa – gesa bangkit meninggalkan kudanya hingga sang isteri mersakan juga
terlepas atas hajatnya, hal ini adalah kunci keharmonisan dan rasa kasih sayang
antara keduanya, dan apabila sang suami mampu dan ingin mengulangi lagi, maka
hendaknya berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana wudhu’nya shalat, hal ini
dasarnya adalah :
Rasulullah Saw bersabda,”Jika seseorang di antara
kalian menggauli isterinya, kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah
ia berwudhu’ terlebih dahulu.”
Akan tetapi yang lebih afdhal atau
sempurna menurut syari’at adalah hendaknya mandi janabah (junub) terlebih
dahulu, wudhu’ tadi adalah aturan dalam kondisi minimal namun tiada salah
menurut syari’at, ini dasarnya adalah : Dari hadits Abu Rafi’ Ra, bahwasanya Nabi
Saw pernah menggilir isteri - isterinya dalam satu malam. Beliau mandi di rumah
fulanah dan rumah fulanah. Abu Rafi’ berkata,”Wahai Rasulullah, mengapa tidak
dengan sekali mandi saja?” Beliau menjawab,”Ini lebih bersih, lebih baik dan
lebih suci.”
7.
Apabila
seseorang suami melihat wanita yang mengagumkannya, dan terganggu syahwatnya
atas yang sedemikian, maka obatnya adalah mesti ia mendatangi isterinya atas
maksud tersebut, guna untuk menghindari godaan syaithan pada zina, berdasarkan
pada riwayat sebagai berikut : Rasulullah Saw melihat wanita yang mengagumkan
beliau.
Kemudian beliau mendatangi isterinya, yaitu Zainab Ra, yang mana dia
sedang membuat adonan roti, lalu beliau melakukan hajatnya (berjima’ dengan
isterinya), kemudian beliau bersabda,”Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam
rupa syaithan dan membelakangi dalam rupa syaithan, maka apabila seseorang dari
kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi
isterinya, karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.”
Ingatlah, bahwa menahan pada pandangan yang sedemikian adalah wajib hukumnya,
karena pengertian pada hadits tersebut adalah untuk dan hanya berkenaan dan
berlaku pada pandangan secara tiba – tiba atau mendadak situasinya dan bisa
terjadi kapan saja dan di mana saja, sanggup menahan gejolak tersebut adalah
lebih utama. Allah
Swt
berfirman dalam Surah An-Nuur Ayat : 30, yang berbunyi :
"Katakanlah
kepada orang laki - laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandanganya,
dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Juga
pada riwayat hadist ini, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, ia
berkata,”Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ali,”Wahai ‘Ali, janganlah engkau mengikuti
satu pandangan pandangan lainnya karena yang pertama untukmu dan yang kedua
bukan untukmu.”
8.
Menyetubuhi
isteri pada duburnya adalah haram dan juga haram menyetubuhi isteri ketika ia
sedang haidh atau nifas, sebagaimana firman Allah Swt dalam Surah Al-Baqarah
Ayat : 222 yang berbunyi :
"Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : “Haidh itu adalah suatu kotoran.”
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang - orang yang bertaubat dan menyukai orang -
orang yang mensucikan diri.”
[137]
Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh. Rasulullah Saw bersabda :
“Barangsiapa yang menggauli isterinya yang sedang haidh, atau menggaulinya pada
duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir terhadap ajaran yang telah
di turunkan kepada Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” Juga pada hadist
ini : “Di laknat orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya.”
9.
Kaffarat
bagi seseorang suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh adalah ia harus
bershadaqah, hal ini berdasarkan pada hadits dari Ibnu ‘Abbas Ra, Rasulullah
Saw bersabda : “Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah
dinar.”
10.
Boleh
seseorang suami untuk bercumbu dengan isterinya yang sedang haidh, tetapi hanya
boleh bercumbu dengannya, dan tidak boleh pada kemaluannya atau seterusnya....?
dasarnya pada hadist ini, yaitu,”Lakukanlah apa saja, kecuali nikah (jima’ atau
bersetubuh).”
11.
Jika
sepasang suami isteri ingin makan atau tidur setelah jima’ (bercampur)
sebelum mandi janabah (junub), maka hendaklah mereka mencuci kemaluannya dan
berwudhu’ terlebih dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Dengan dasar hadits
dari ‘Aisyah Ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,”Apabila beliau hendak
tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’ seperti wudhu’
untuk shalat.
Dan apabila beliau hendak makan atau minum dalam keadaan junub,
maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau makan dan minum.” Juga
pada hadist ini, dari ‘Aisyah Ra, ia berkata,”Apabila Nabi Saw hendak tidur
dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti
wudhu’) untuk shalat.”
12.
Lebih
baik jangan bersetubuh dalam keadaan sangat lapar atau dalam keadaan sangat
kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan. Suami isteri dibolehkan mandi
bersama dalam satu tempat, juga diperbolehkan saling melihat aurat
masing - masing.
13. Hukumnya haram menyebarkan rahasia
rumah tangga dan hubungan suami isteri, setiap suami maupun isteri di larang
menyebarkan rahasia rumah tangga dan rahasia masalah ranjang mereka, karena ini
telah di larang oleh Nabi Saw, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami
isteri adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah Swt.
Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya
pada hari kiamat adalah laki - laki yang bersenggama dengan isterinya dan
wanita yang bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia
isterinya (mereka saling buka rahasia atau bercerita).”
Pada riwayat hadits
lain yang lebih shahih adalah Rasulullah Saw bersabda,”Jangan kalian lakukan
(menceritakan hubungan suami isteri). Perumpamaannya seperti syaithan laki -
laki yang berjumpa dengan syaithan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya
(di tengah jalan) dan di lihat oleh orang banyak.”
Banyak
hal ini dilakukan oleh sebagian wanita, berupa membeberkan masalah rumah
tangga dan kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan – kawanya
dalam pergaulan sehari - hari adalah sesuatu perkara yang di haramkan, tidak
halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah tangga atau keadaannya bersama
suaminya kepada seseorang. Allah Swt berfirman dalam Surah An-Nisaa’ Ayat : 34,
yaitu :
“Kaum laki - laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki - laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki - laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka, sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka)[290]. Wanita - wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291],
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari -
cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar.”
[289]
Maksudnya : Tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290]
Maksudnya : Allah Swt telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya
dengan baik.
[291]
Nusyuz : Meninggalkan kewajiban bersuami isteri, nusyuz dari pihak isteri
seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[292]
Maksudnya : Untuk memberi peljaran kepada isteri yang di khawatirkan
pembangkangannya haruslah mula - mula di beri nasehat, bila nasehat tidak
bermanfaat barulah di pisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat
juga barulah di bolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan
bekas, bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah di jalankan cara yang
lain dan seterusnya.
Nabi
Saw mengatakan,”Bahwa manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada
hari Kiamat adalah laki - laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita
yang bersenggama dengan suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya.”
Demikian
secara singkat mengenai bagaimana jima’ yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan Sunnah RasulNya, keseluruhan uraian ini adalah berdasarkan pada shahih –
shahih imam terkemuka.
---