Selamat datang di Website Padepokan Suluk lan Ngudi Ilmu "Ulul Albab" Mojokerto, sebuah Majelis Ta'lim dengan nara sumber KH Dr Wahib Wahab M. Fil I., melaksanakan kegiatan zikir "Suluk" dan mengkaji "Ilmu Salaf dan Modern" setiap Rabu malam pukul 20.00 Wib (Kajian Kitab Untuk Umum), Jumat Pagi pukul 07.00 Wib (Ilmu Tasyawuf) dan Minggu pukul 07.00 Wib (Untuk Kalangan Akademisi/Mahasiswa), di PAS Ngilmu Ulul Albab, Karang Lo - Wates - Mojokerto

Tutur Luqman Al-Hakim yang penuh Hikmah

Al-Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa :   Luqman al-Hakim adalah anak lelaki saudara perempuan Nabi Ayyub a.s. dan hidup selama seribu tahun. Dan para ulama sepakat bahwa dia bukan Nabi (namun orang yang shalih dan tuturnya penuh dengan hikmah).




Imam Ikrimah dan as-Sya’by menyatakan :  bahwa Luqman al-Hakim termasuk Nabi Alloh. Dan baginda Rasululloh SAW bersabda : bahwa Luqman al-Hakim adalah “seorang hamba Alloh yang banyak tafakkurnya, mantab keyakinannnya, membangun kehidupannya untuk mencintai Alloh (suka kebenaran Ilahi), hingga Alloh mencintainya, bahkan Alloh menganugerahi ilmu hikmah kepadanya”.

Dalam kitab “hasyiah al-Jamal pada kitab Jalalain" dikemukakan bahwa Luqman al-Hakim orang yang mewarisi ilmu hikmah yang Alloh berikan kepada nabi Daud a.s. bahkan lelaku Luqman al-Hakim adalah sebagai pengembala kambing. (baca Nabi SAW juga pengembala kambing sebelum diberi tugas mendidik, membimbing [ngengon] manusia). 


Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa Luqman al-Hakim pernah ditemui oleh seseorang, sedangkan dia senantiasa berbicara dengan penuh “hikmah, kemudian ia ditanya : “benarkah engkau adalah  seorang pengembala ?”, ia menjawab : “ya, betul”, kemudian ditanya lagi “bagaimana/sebab apa engkau sampai bisa memperoleh apa yang engkau peroleh“ (mendapat ilmu hikmah). Dia (Luqman al-Hakim) menjawabnya : 


1. Dengan berbicara benar, 
2. Menunaikan amanah, dan 
3. Menanggalkan segala sesuatu yang tidak ada manfaatnya.

Dibawah ini dikemukakan beberapa ilmu hikmah yang dituturkan Luqman al-Hakim kepada anak-anaknya, sebagai berikut :

1.     Duhai anak-ku (generasiku)...!  jadikanlah Taqwa kepada Alloh sebagai dagangan yang akan mendatangkan keuntungan buatmu, meski tidak ada barang dagangan;

2.     Duhai anak-ku (generasiku)...!   janganlah ananda menjadi manusia yang lebih lemah ketimbang ayam jantan yang berkokok pada waktu sahur, sedangkan ananda tidur nyenyak di atas kasur (tempat tidur ananda);

3.     Duhai anak-ku (generasiku)...!  jangan tunda-tunda taubah, sebab kematian akan datang (menjemputmu) dengan tiba-tiba;

4.     Duhai anak-ku (generasiku)...!   aku (ayahmu) tidak akan menyesal dengan “diam”, sebab berbicara itu nilainya “perak dan tembaga” sementara “diam” itu ternilai emas dan mutiara;

5.     Duhai anak-ku (generasiku)...!   hindarilah segala keburukan, agar kejelekan itu menghindar dan menjauh darimu, sebab kejelekan itu saling bergantian satu dengan yang lain (saling mendukung);

6.     Duhai anak-ku (generasiku)...! bergaullah dengan orang-orang alim (ulama’), ilmuan, dengarkanlah nasehat orang-orang yang ahli hikmah dengan serius, sebab Alloh SWT akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Alloh SWT menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan yang deras;

7.     Duhai anak-ku (generasiku)...!   jangan sampai makananmu  tidak dimakan kecuali orang-orang yang punya kualitas taqwa (dimakan oleh orang-orang yang baik), dan musyawarahkan (pecahkan) urusanmu dengan para ilmuan dan ulama;

8.     Duhai anak-ku (generasiku)...! 

a.     Sesungguhnya dunia ini adalah laksana lautan yang dalam, dan banyak anak manusia yang tenggelam  di dalamnya,

b   Jadikanlah taqwa kepada Alloh dalam perahumu  (perahu adalah metafora) agar kita memperbaiki niat, dll), sesapannya berupa keimanan (penuh dengan aura, aroma keimanan),

c.      Kendalinya adalah tawakal kepada Alloh. Tujuannya “agar engkau selamat” dari pancaroba di lauatan (hidup ini laksana  “mengendarai perahu” dalam lautan yang luas).

9.     Duhai anak-ku (generasiku)...!  aku (ayahmu) membaca batu besar (jandal) dan besi, namun itu terasa lebih berat ketimbang menghadapi (mempunyai) tetangga yang jelek perangainya, dan aku merasakan hal-hal yang pahit, namun aku merasakan betapa pahitnya kefakiran.

10.       Duhai anak-ku (generasiku)...! sungguh ilmu hikmah (yang ananda pahami) kelak akan menempatkan orang-orang miskin pada kedudukan para raja.

11.    Duhai anak-ku (generasiku)...!  jangan ananda pelajari suatu ilmu yang tidak perlu ananda ketahui, hingga ananda mengamalkan ilmu yang ananda ketahui;

12.    Duhai anak-ku (generasiku)...! jika ananda hendak berteman dengan seseorang, marahilah terlebih dahulu sebelum menjadi sahabat,  jika ia menjadi sadar dengan kemarahannya, maka jadikanlah ia teman, jika tidak, maka waspadalah.

13.    Duhai anak-ku (generasiku)...!   biasakan lisanmu dengan terus berdo’a “ Ya Alloh ampuniah dosa-dosaku” sebab Alloh mempunyai beberapa waktu yang do’a-do’a seorang hamba tidak tertolak.

14.    Duhai anak-ku (generasiku)...! hati-hati terhadap hutang, sebab akan membuat hina dan susah di malam hari. (malam hari menjadi susah, dan siang hari membuat malu untuk bertemu);

15.    Duhai anak-ku (generasiku)...!  berharaplah rahmat Alloh (roja’) yang akan mendidikmu untuk menjauh dari perilaku dosa dan maksiat, dan takutlah kepada Allah yang bisa mendekatkan rahmat Alloh kepadamu (roja’). Optimisme adalah driver yang membimbing dalam menatap masa depan, dan khouif (hati) adalah yang mengerem kita dari perilaku yang menabrak-nabrak tata aturan Alloh);

16.    Dalam suatu atsar sahabat dikemukakan bahwa ketika waduk (pencernaan makanan) terpenuhi oleh makanan, maka pemikiran seseorang menjadi mati,  dan ilmu hikmah (kebijakan) membisu/hilang, dan organ tubuh menjadi lemah untuk mengerjakan ibadah.

17.    Dalam suatu riwayat diterangkan “ada seorang tuan memberi  domba pada seseorang” kemudian dia berpesan : jika engkau sembelih, tolong aku diberi bagian tubuh yang lebih baik, kemudian ia membawakan “hati dan lisan domba tersebut kepadanya”, kemudian selang beberapa hari, ia juga mengantar/memberi domba lagi dan berpesan “agar ia dibawakan bagian tubuh kambing yang terjelek, kemudian (setelah disembelih) ia membawakan daging “hati dan lisan” kepadanya, kemudian beliau ditanya “apa maksudnya” kemudian si tuan yang bijak itu bertutur “keduanya adalah sebaik-baik daging, jika keduanya baik, dan menjadi sejelek-jelek daging, jika keduanya jelek. Pendek kata “hati dan lisan itu” menjadi ukuran kebaikan seseorang. Sungguh “hikmah itu adalah cahaya seorang mukmin”.